Hakekat Teori-Teori Ilmu Sosial bilamana dihubungakan
dengan Kompetensi yang akan dibentuk untuk atau pada Seseorang dari Mata Kuliah
ini, dengan bersandarkan kepada Teori Interaksi Simbolik. Teori konflik muncul sebagai
reaksi atas teori fungsionalisme struktural yang kurang memperhatikan fenomena
konflik di dalam masyarakat. Asumsi dasar teori ini ialah bahwa semua elemen
atau unsur kehidupan masyarakat harus berfungsi atau fungsional sehingga
masyarakat secara keseluruhan bias menjalankan fungsinya dengan baik. Namun
demikian, teori ini mempunyai akar dalam karya Karl Marx di dalam teori
sosiologi klasik dan dikembangkan oleh beberapa pemikir sosial yang berasal
dari masa-masa kemudian.
Teori konflik adalah satu perspektif di dalam sosiologi yang memandang
masyarakat sebagai satu sistem sosial yang terdiri dari bagian-bagian atau
komponen-komponen yang mempunyai kepentingan yang berbeda-beda dimana komponen
yang satu berusaha untuk menaklukkan komponen yang lain guna memenuhi
kepentingannya atau memperoleh kepentingan sebesar-besarnya.
Pada dasarnya pandangan teori konflik tentang masyarakat sebetulnya tidak
banyak berbeda dari pandangan teori funsionalisme structural karena keduanya
sama-sama memandang masyarakat sebagai satu sistem yang tediri dari
bagian-bagian.Perbedaan antara keduanya terletak dalam asumsi mereka yang berbeda-beda
tentang elemen-elemen pembentuk masyarakat itu.
Menurut teori fungsionalisme struktural, elemen-elemen itu fungsional
sehingga masyarakat secara keseluruhan bisa berjalan secara normal. Sedangkan
teori konflik, elemen-elemen itu mempunyai kepentingan yang berbeda-beda
sehingga mereka berjuang untuk saling mengalahkan satu sama lain guna
memperoleh kepentingan sebesar-besarnya.
Teori-teori konflik pada umumnya memusatkan perhatiannya terhadap
pengenalan dan penganalisisan kehadiran konflik dalam kehidupan sosial,
penyebabnya dan bentuknya, serta akibatnya dalam menimbulkan perubahan
sosial.Dapat dikatakan bahwa, teori konflik merupakan teori terpenting pada saat
ini, oleh karena penekanannya pada kenyataan sosial di
tingkat struktur sosial dibandingkan di tingkat individual, antarpribadi atau
budaya. Sehingga konflik yang terjadi antara seorang warga Muslim dan warga
Kristen di Maluku, ditengarai bukanlah merupakan cerminan kebencian pribadi
antara mereka, melainkan lebih sebagai cerminan ketidaksesuaian atau oposisi
antara kepentingan-kepentingan mereka seperti yang ditentukan oleh posisi
mereka dalam masing-masing kelompok agama mereka.
Diantara para perintis teori konflik, Karl Marx dipandang sebagai tokoh
utama—dan yang paling kontroversial yang menjelaskan sumber-sumber konflik
serta pengaruhnya terhadap peningkatan perubahan sosial secara revolusioner.
Marx mengatakan bahwa potensi-potensi konflik terutama terjadi dalam bidang prekonomian, dan ia pun memperlihatkan bahwa perjuangan
atau konflik juga terjadi dalam bidang distribusi prestise/status dan kekuasaan
politik.
Segi-segi pemikiran filosofis Marx berpusat pada usaha untuk membuka kedok
sistem nilai masyarakat, pola kepercayaan dan bentuk kesadaran sebagai ideologi
yang mencerminkan dan memperkuat kepentingan kelas yang berkuasa.Meskipun dalam
pandangannya, orientasi budaya tidak seluruhnya ditentukan oleh struktur kelas
ekonomi, orientasi tersebut sangat dipengaruhi dan dipaksa oleh struktur
tersebut.Tekanan Marx pada pentingnya kondisi materiil seperti terlihat dalam
struktur masyarakat, membatasi pengaruh budaya terhadap kesadaran individu para
pelakunya.
Terdapat beberapa segi kenyataan sosial yang Marx tekankan, yang tidak
dapat diabaikan oleh teori apa pun yaitu antara lain adalah, pengakuan terhadap
adanya struktur kelas dalam masyarakat, kepentingan ekonomi yang saling
bertentangan diantara orang-orang dalam kelas berbeda, pengaruh yang besar dari
posisi kelas ekonomi terhadap gaya hidup seseorang serta bentuk kesadaran dan
berbagai pengaruh dari konflik kelas dalam menimbulkan perubahan struktur
sosial, merupakan sesuatu hal yang sangat penting.